Pemateri : Ahmad Firdaus
(Kadept Kastrat LDK Salim UNJ 2017)
Dibalik masalah ini
mungkin timbul pertanyaan diantara kita. kenapa Donald Trump bisa berbicara
seperti itu? Apasih latar belakangnya? Siapa sih orang dibalik layarnya? Dsb
~CV PEMANTIK~
Nama: Ahmad Firdaus
Alamat: Jatiwaringin - Pondok Gede, Bekasi
E-mail: pendekar.literasi@gmail.com
TTL: Palembang, 19 Agustus 1994
Agama: ISLAM
Warga Negara : INDONESIA
Pendidikan
1. SD Negeri 04 Pulogadung
2. SMP Negeri 92 Jakarta
3. SMK Negeri 26 Jakarta
4. S1 Sosiologi UNJ
Organisasi
1. Ketua BEMJ Sosiologi
2. Komandan Green Force UNJ
3. Kadept Syiar ICA FIS UNJ
4. Kadept Kastrat LDK Salim UNJ
5.
Ketua Komisi A FSLDK Jadebek
Motto: Hidup untuk Yang Maha Hidup!
~MATERI~
Sejarah Historis Hubungan
antara Yahudi-Islam
Mengenai hubungan historis
Islam-Yahudi. saya akan lebih tekankan dalam dimensi sosial-politik, dan tidak
terlalu masuk dalam wacana doktrin keagamaan. Karena bagi saya, sudah jelas.
Pertama, yang menarik
untuk kita cermati, dalam hubungan antara Muslim-Yahudi adalah meskipun
Al-Quran secara tegas dan keras mengkritik konsepsi2 keagamaan Yahudi. Namun
dalam hubungan sosial politik, kaum Yahudi diperlakukan sebagai warga negara
yang berhak untuk hidup layak dan setara dengan kaum lainnya dan diberikan
kebebasan untuk menjalankan kehidupan keagamaan mereka. Al-Quran tidak
memerintahkan agar kaum Yahudi dipaksa memeluk Islam atau dimusnahkan dari muka
bumi. Begitu juga pemeluk agama lain. Dalam sejarah Islam, hampir tidak ada
ditemukan pembantaian terhadap kaum Yahudi dan Nasrani, karena perbedaan atau
pemaksaan memeluk agama Islam. Sejak awal, Islam telah menerima konsepsi
prbdaan agama dan melarang kaum muslimin untuk memaksa siapapun memeluk Islam.
Sikpa teologis byang jelas ini, turut membentuk perjalanan sejarah kaum muslimin
dengan kaum nonmuslim termasuk Yahudi.
Kedua, yang juga menarik
adalah, dalam peta peradaban, sebagian ilmuan tidak memasukkan Yahudi sebagai
peradaban besar, sehingga kajian masalah ini dianggap bukan hal yang penting.
Huntington misalnya, dalam The Clash of Civilization, membagi dunia menjadi
sejumlah peradaban: Islam, Barat, China, Hindu, Afrika, Jepang, Kristen
Ortodoks, dan Amerika Latin. Tapi, Huntington tidak memasukkan Yahudi sebagai
sebuah peradaban besar, meskipun ia menyatakan “Religion is a central defining
characteristic of civilizations.” Kata Huntington, melihat dengan jumlah orang
Yahudi, jelas ia bukan peradaban besar (major civilization). Yahudi justru
dikatakan sebagai “arrested civilization” (peradaban yang tertawan). Di negara
Madinah, rasulullah mengikat seluruh komunitas yang ada dengan suatu
perjanjian, namun tidak serta merta memaksa pemeluk agama lain (-termasuk
Yahudi) untuk memeluk agama Islam. mereka justru diikat dalam sebuah perjanjian
damai, yaitu Piagam Madinah. Artinya, Nabi tetap mengakui realitas perbedaan
agama secara natural. Dan menjamin sgala aktivitas agama berjalan sesuai
kepercayaan masing2. Tetapi, karena banyak pengkhianatan terhadap piagam Madinah,
maka sejumlah kabilah Yahudi diusir dari Madinah. Yahudi Bani Qoinuqa diusir
dari Madinah, kemudian menetap di daerah Syam. Bani Nadhir, juga diusir karena
tidak turut ikut dalam perang uhud, dan malah aktif memprovokasi penduduk
madinah agar tidak ikut perang.
Hukuman berat diterima oleh Bani Quraidhah. Yahudi ini bersekutu
dengan kaum Quraisy dan menikam kaum muslimin dari belakang dalam perang Ahzab.
Setelah perang, lalu Saad bin Muadz memutuskan hubungan berat untuk mereka,
yaiut: menghukum mati seluruh laki-laki dewasa, menjadikan tawanan wanita dan
anak-anak dan merampas harta benda meeka sebagai rampasan perang.” Rasulullah
lalu memuji Muadz dengan ucapan “Sungguh, kaum telah menghukum mereka dengan hukum
Allah.”
Gerakan Zionisme Kontemporer
Titik tolak besar
perubahan hubungan Yahudi-Islam adalah ketika munculnya gerakan Zionisme.
Yahudi, berbeda dengan Zionisme. Zionisme adalah ideologi sekuler yang sangat
dramatis dan mencapai tujuannya di abad ke-20 (berdiirnya negara Israel).
Rumusannya sederhana, yaitu anti-semitism (atau, anti-Jews) di Eropa. Hasilnya,
sejak konggres pertama Yahudi pada 1897, pada tahun 1948 berdiri negara Yahudi
pertama (Israel). Mengjadapi banyak penindasan ketika itu di Eropa, Yahudi
terbelah menjadi 2 pihak. Pertama, yang berpikiran “asimilasi” dengan
masyarakat Kristen-Eropa Amerika. Sementara di pihak lain berpikiran bahwa
salah satu solusi jelas bagi orang yahudi adalah hanya bisa diselesaikan dengan
mendirikan sebuah negara khusus kaum Yahudi (Israel).
Zionisme modern, seperti
banyak ideologi lainnya, muncul sebagai perubahan dari gerak keagamaan menjadi
gerakan politik-sekuler. Sebagai sebuah ideologi, Zionisme tetap membawa
pesan-pesan masa lalu mereka kepada kenyataan sekarang, bahwa mereka adalah
kaum yang tertindas dan berhak mendapatkan tanah yang dijanjikan Tuhan
(Palestina). Meskipun, banyak juga dari kaum Yahudi sendiri yang justru
menentang grakan Zionisme ini.
Sejak berdiri pada 1948,
hingga kini, sebetulnya masih tetap muncul wacana “Apakah arti negara Israel
bagi orang Yahudi?”. Dan, “apa istilah negara Yahudi (Jewish State)? Pada
kenyataannya, istilah Jewish State sendiri merupakan istilah yang cenderung
rasialis. Pada tahun 1950-1954 dalam cara yang sama seperti Hitler, atau
bkelompok semitisme lainnya, adalah orang yang memiliki “darah Yahudi”. Tahun
1970, The Law of Return diubah dengan mendfinisikan “Yahudi sebagai orang yang
dilahirkan dari ibu yahudi, atau memeluk agama yahudi, dan tidak memeluk agama
lain”.
Tahun 1930, Einstein
menulis “Saya lebih dapat menerima adanya kesepakatan yang adil dengan orang2
Arab, atas dasar hidup bersama dalam kedamaian, daripada harus membentuk sebuah
negara Yahudi. Terlepas dari pertimbangan2 praktis, kesadaran saya akan arti
Judaisme menolak gagasan negara Yahudi, dengan garis prbatasan, angkatan
bersenjata, sebuah tindakan temporal yang berdasarkan kekuatan, bukan
kerendahhatian.”
Puncaknya, ketika Ariel
Sharon memimpin pada 2001. Di tangan Sharon lah, Israel kian hari terus
membantai, menduduki pemukiman, dan melestarikan pengusiran terhadap warga
Palestina dari tanah airnya. Hingga kini, lebih dari 5 juta bangsa Palestina
terus hidup dalam pengungsian. Di puncak kekuasaannya, Sharon dikenal sebagai
“the butcher” (penjagal) karena membantai rakyat Palestina yang bmelawan dengan
gerakan intifadah.
Respon Umat Islam
Bisa dilihat dari kasus respon
Kekhalifahan Turki Ustmani. Dalam sejaarahnya, 633 tahun (1289-1922), Ustmani
mencatat sejarah manis sdalam hal perlindungan terhadap Yahudi. Ustmani telah
menjadi “surga” bagi pengungsi Yahudi yang diusir dan dibantai oleh Kristen
Eropa (holocaust, dll). Namun itu berakhir tatkala munculnya gerakan Zionisme
pada abad ke 19.
Awalnya, Zionis berharap
mendapatkan tanah Palestina secara sukarela dari dari penguasa Ustmani ketika
itu Sultan Abdul Hamid II. Melalui Teodhore Herzl, Yahudi mempresentasikan
rencana pendirian negara Yahudi di Palestina. Ia juga menawarkan untuk melunasi
hutang Ustmani.
Sultan jelas menolak keras
tawaran Herzl. Dengan mengatakan kepada Newlensky, jurnalis teman herzl; “Jika
Mr. Herzl sebagaimana kamu juga mau menjadi temanku, maka nasihatilah dia, agar
jangan mengambil langkah lagi untuk masalah ini. *Saya tidak dapat menjual,
walaupun sejengkal dari tanah ini (Palestina), yang bukan menjadi milikku,
tetapi milik ummatku.* Rakyatku telah memenangkan _empire_ ini dengan berjuangn
untuknya, dengan mengucurkan darah mereka, dan telah menyuburkan tanah ini
dengan darah mereka. Kami akan melindungi tanah ini dengan darah kami, sebelum
kami mengizinkannya dirampas dari tangan kami.... Turki Ustmani bukanlah
milikku, ttetapi untuk rakyat Turki. Saya tidak dapat memberikan bagian manapun
dari tanah ini. Silakan Yahudi menabung miliaran (uang) mereka. Jika
kekhalifahanku sudah terbagi-bagi, mereka mungkin akan mendapatkan Palestina
tanpa imbalan.”
Perlawanan pun terus
dilakukan, hingga pecah Perang Teluk (Arab Islam - Israel) yang berakhir dengan
kemenangan Israel. Dikarenakan justru akibat dari barisan kaum muslimin yang
terpecah belah. Jika dicermati, bukanlah Zionis yang terlalu kuat dan hebat,
namun terlalu banyak penguasa muslim yang menghamburkan kekayaan dan tidak
menggunakannya pada jalan yang tepat. Karenanya, perlu bagi kaum Muslimin untuk
meningkatkan potensi dan kekuatannya sehingga menjadi umat terbaik, umat yang
kuat dan disegani lawan-lawannya.
“Akan tiba suatu masa,
kalian (umat Islam) dikeroyok oleh berbagai kaum. Seperti halnya suatu hidangan
yang dikelilingi orang-orang kelaparan.” Sahabat bertanya, ‘Apakah (kita
seperti itu) karena jumlah kita yang sedikit, wahai Rasul Allah?’ Rasul saw
menjawab, ‘Tidak, ketika itu jumlah kalian banyak, tetapi kalian seperti buih
di lautan. Ketika itu, Allah mencabut rasa takut dari hati-hati musuh kalian,
dan Allah menanamkan al-wahnu dalam hati kalian.’ (Sahabat bertanya), ‘apa itu
al-wahnu Rasul Allah?’ Rasul saw menjawab ‘(al-wahnu) ialah cinta dunia dan
takut mati’.” (HR Abu Dawud)
Yang menarik untuk kita
cermati adalah, bagaimana suatu kekuatan yang sangat kecil yang militan dan
konsisten terhadap cita2 mereka akhirnya mampu memainkan peranna yang
signifikan dalam kejatuhan suatu imperium (Islam-Turki Ustmani) yang sudah
bertahan lebih dari 600 tahun. Di Palestina (timur tengah, tepatnya), kita
cukup bertanya bagaimana mungkin suatu kawasan yang mayoritasnya umat muslim,
bisa relatif mudah digusur oleh Zionis Yahudi?
Mayoritas bukanlah jaminan
kekuatan. Jumlah yang banyak, tetapi laksana buih di lautan, hanya akan menjadi
bahan permainan. Bukankah Rasulullah sudah mengingatkan akan hal ini? Hingga
kini, israel yang hanya berpenghuni sekitar 6 juta jiwa, tidak pernah bisa
dipaksa oleh dunia dan umat islam untuk mematuhi berbagai Resolusi PBB (19
resolusi DK PBB, 21 Resolusi Majelis Umum PBB). Bagaimana mungkin, umat Islam
yang jumlahnya 1.3 milyar itu tidak berdaya melawan Yahudi Zionis yang kecil
itu? _*“Betapa banyak kelompok kecil mampu mengalahkan kelompok yang besar,
dengan izin Allah.”*_ (QS. Al-Baqarah: 249)
Kasus Donald Trump
dan Apa yang Semestinya Indonesia Lakukan
Soal Donald Trump. Saya melihatnya beberapa hal;
1.
Ini lebih bersifat
politis, Trump pernah berjanji ketika kampanye ingin memindahkan Kedubes AS ke
Yerusalem. Ini langkah politik Trump untuk membungkam suara2 konstituen dalam
negerinya yang "rewel". Meskipun efeknya, Amerika dan Trump akan
tidak populer di mata dunia
2.
Deklarasi tersebut adalah
statement personal Trump, dan bukan mewakili mayoritas rakyat Amerika. Karena
justru banyak terjadi demonstrasi di Amerika sendiri.
3.
Ini suatu bentuk show off power nya Trump terhadap dunia,
dan kepada presiden2 AS sebelumnya yang tidak pernah berani soal konflik
Israel-Palestina
4.
Seluruh dunia, kecuali AS-Israel,
mayoritas menentang keputusan Trump. Baik itu datang dari negara2 Islam, maupun
negara non Islam spt Rusia, Inggris, Perancis, dll
5.
Ini juga menandakan, kita,
Rakyat Palestina, semakin yakin bahwa AS tidak akan pernah berlaku adil
terhadap konflik Israel dan Palestina. Kita perlu berhenti dari berharap kepada
AS.
6.
Ini juga adalah momentum
bagi kita, dan masyarakat internasional, untuk kembali menyuarakan kemerdekaan
Palestina.
7.
Kita, dan masyarakat
internasional, semakin sadar bahwa terminologi radikalisme, terorisme, dll
adalah terminologi politik, dan bukan terminologi ideology
Bagaimana peran
Indonesia?
1.
Melalui OKI, (terbaru: OKI
secara tegas menyatakan bahwa Yerusalem adalah Ibukota Palestina), Indonesia
perlu bersuara besar bahwa ini adalah momentum yang tepat untuk menyuarakan
kemerdekaan Palestina.
2.
Menjadi inisiator di PBB
dan OKI dalam mendukung/menyuarakan kemerdekaan Palestina.
3.
Melakukan pendekatan
humanistik kepada masyarakat internasional. Bahwa konflik Palestina bukan hanya
konflik agama, tetapi adalah konflik nyata terhadap kemanusiaan. Dengan
argumentasi kemanusiaan, ajak negara2 di dunia untuk segera merealisasikan
kemerdekaan Palestina.
4.
Kita, umat Islam, wajib
melakukan pembelaan sesuai dengan kapasitas yang kita punya. C/ aksi, boikot,
literasi, dll
5.
Terus mendoakan saudara
kita di Palestina setiap saat dan dalam qunut nadzhillah
#SESI TANYA JAWAB
·
Q : Apakah pernyataan
tersebut murni dari Donald Trump? Atau ada pihak lain yang menekannya?
75% lebih perekonomian AS
itu dikuasai oleh Yahudi (-baik yang ortodoks, maupun nggak). Hutang LN AS ke
Federal Reserve (punya keluarga Roshchild, Yahudi). Segala tindak taduk AS
dalam politik Luar Negeri, pasti didalangi oleh Yahudi.
Komentar
Posting Komentar