CV PEMBICARA
Nama : Aryanto Nugroho
-Presma BEM
UNDIP 2008
- Koordinator wilayah
BEM se-Indonesia untuk Jogloseto 2008
- Manajer Advokasi dan
Jaringan Publish What You Pay Indonesia (PWYP)
Aryanto Nugroho; akrab
disapa Ary ini adalah Manajer Advokasi dan Jaringan di PWYP Indonesia. Pria
kelahiran Temanggung, 22 Maret 1984 ini memiliki latar belakang pendidikan
jurusan Ilmu Pemerintahan di Universitas Diponegoro. Semasa mahasiswa banyak
aktif di berbagai ogranisasi diantaranya sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Universitas Diponegoro. Selepas mahasiswa, Ary bergabung dengan Pusat
Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Semarang untuk mendorong perencanaan
dan penganggaran daerah yang pro poor dan responsif gender. Ary tertarik dengan
isu tata kelola industri ekstraktif, keterbukaan informasi publik, public
budget analysis dan pengembangan komunitas. Saat ini, Ary juga bertanggung
jawab sebagai Program Manager Reversing the Reource Curse (RRC) yang mendorong
transparansi penggunanaan dana bagi hasil sektor ekstraktif untuk program
penanggulangan kemiskinan. Ary dapat dihubungi di aryanto@pwyp-indonesia.org atau aryanto.nugroho84@gmail.com.
Bahan bacaan sebelum diskusi
1.
Soal
Kebijakan Energi Nasional sebenarnya sudah diatur dalam UU 30/2007 dan PP
79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
2.
Kebijakan
Energi Nasional merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip
berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan
lingkungan guna terciptanya Kemandirian
Energi dan Ketahanan Energi
Nasional (Pasal 5 PP 79/2014). Artinya
soal kemandirian dan ketahanan energi sebenarnya sudah menjadi paradigma
sekaligus punya payung hukum kebijakan nasional
3.
Kemandirian
Energi adalah terjaminnya ketersediaan energi dengan memanfaatkan semaksimal
mungkin potensi sumber dalam negeri.
4.
Ketahanan
Energi adalah adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan, akses masyarakat
terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup
Kemandirian --> Ketersediaan energi terjamin dari potensi
sumber dalam negeri
Ketahahanan --> terjaminnya ketersediaan, akses
masyarakat, memperhatikan lingkungan
hidup.
5.
Pertanyaannya,
bagaimana kondisi Indonesia saat ini, baik dari sisi kemandirian maupun
ketahanan energi?
6.
Dewan
Energi Nasional menyebutkan, kondisi saat Ini
Ø Kebutuhan energi tinggi
Ø Jaminan pasokan energi masih rendah
Ø Cadangan energi fosil terus menurun
Ø Energi Fosil masih sebagai komoditi ekspor
Ø Terus meningkatnya impor BBM
Ø Pengelolaan belum efisien, upaya konservasi dan kelestarian
masih rendah
Ø Pemanfaatan dan Pengembangan EBT belum optimal
Ø Cadangan penyangga belum tersedia
7.
KPK
melalui Korsup Energi-nya (apa itu Korsup Energi, bisa di cek di acch.kpk.go.id) mengidentifikasikan problem
energi nasional saat ini, diantarnya:
Ø Cadangan sumberdaya yang sangat terbatas:
o
Migas
terbatas
o
Minerba
terbatas
o
EBTKE
belum ada
o
Listrik
terbatas
Ø Eksploitasi yang berlebihan:
o
Tanpa
adanya strategi u/menjamin sustainability jangka panjang
o
Kepentingan
lintas generasi tidak menjadi concern penguasa
Ø Sejarah kelam gagalnya tatakelola sektor energi:
o
Era
minyak telah selesai
o
Gas dan
batubara akan berakhir
o
Listrik
tidak stabil
o
EBTKE
belum bisa diandalkan --> layu sebelum berkembang
Ø Kebutuhan Energi yang terus meningkat:
o
Tuntutan
industri akan biaya enegi yang kompetitif
o
Masyarakat
semakin konsumtif energi
o
Ketergantungan
negara yang masih dominan u/penerimaan negara sektor migas & minerba:
o
Penerimaan
Pajak dan PNBP masih didominasi sektor Migas & Minerba
o
Asumsi
APBN dibangun dari sektor ini
Ø Ketidakmampuan pasokan dalam negeri u/memenuhi kebutuhan
domestik:
o
Masih
tinggi kebutuhan impor minyak mentah
Ø Mahalnya biaya energi --> rendahnya daya saing
Ø Praktek2 kriminal & pelanggaran di sektor ini:
Ø
o
Pencurian
migas/batubara
o
Penyelundupan
migas/batunara
o
Illegal
mining
o
Manipulasi
pajak & PNBP
o
Kecurangan
dalam PBJ
o
Suap
menyuap dalam perizinan
o
Manipulasi
data
o
Ketidakpatuhan
pembayaran
dan pelaksanaan kewajiban
o
Kejahatan
lingkungan
o
Kejahatan
kemanusiaan
Ø Penguasaan Asing dan Aseng
o
Afiliasi
pelaku usaha Alibaba dalam negeri
o
K3S oleh
perusahaan2 global
o
Pengendalian
harga dan pasar oleh pemain global
o
Pengalihan
PMDN --> PMA
Mengapa
ini bisa terjadi ?
8.
Pendapat
beberapa ahli :
• It’s inward looking
(Alami, 2014)
• No comprehensive
strategy toward international relations (Andang Bachtiar, 2016)
• It’s
technical-sectoral (Kusnanto Anggoro in Alami, 2014)
9.
Bisa
diidentifikasikan bebrapa hal :
§ Negara
tidak punya ideologi u/mengelola energi:
• Batubara diekspor
tanpa ada batas
• Minyak mentah
diekspor BBM diimpor
• Gas dijual dengan
harga murah untuk jangka panjang
• Listrik murah
u/rakyat tidak pernah ada
• EBTKE tidak digarap
serius hanya pemanis
§ Kebijakan Pemerintah yang saling mematikan:; kanibal;
berbenturan; tidak memihak; tumpang tindih; sektoral dll
• Aturan tentang
batubara belum selesai sd sekarang
• Kebijakan eksplorasu
yang tidak menciptakan iklim yang sehat
• UU Listrik dicabut
sehingga tidak ada dasar pengaturan
• Problem dalam UU
Migas & Minerba
§ Pemerintah Lemah & Dilemahkan
• Sanksi tidak bisa
ditegakkan (Pencabutan IUP; K3S bermasalah dll)
• Ketidakberdayaan
mengendalikan pelaku usaha (akuisisi data negara tidak dilakukan dll)
• Setiap sektor
bekerja sendiri tanpa integrasi sistem data dan informasi
§ Ketidakberdayaan thdp tekanan politik
internasional
• Perusahaan minyak
asing dan batubara
• Pengambilan
kebijakan yang penuh tendensi interest kelompok tertentu (pengaruh lobi2 pelaku
usaha dibelakang setiap kebijakan)
§ Birokrasi yang tidak kompeten
§ Perilaku yang tidak
sehat & moral hazard:
Praktek mafia migas
• Rent seekers di
setiap rantai nilai
• Perilaku koruptif
disetiap lini mulai dari pembuatan kebijakan; pemberian izin; pengawasan;
penegakan hukum
à orang serakah bersatu
• Ketidakberdayaan
alat negara BUMN/kooptasi terhadap BUMN (part of the game)
à Tata kelola tanpa
spirit transparansi & akuntabilitas:
• Data di simpan
sendiri --> anti dishare apalagi ke publik
• Data yang tidak bisa
diyakini kebenarannya
• Jalur2 informasi
yang tidak terkoneksi (pusat-daerah)
• Mismanagement dalam
pengelolaan program; belanja negara; aset dll.
Maaf sebelumnya, seharusnya masing-masing poin tersebut
seharusnya ada data yang menggambarkan, misalnya : Benarkah kebutuhan energi kita tinggi?
Benarkah kita impor minyak? benarkah cadangan minyak kita sebenarnya hampir
habis? benarkan Energi baru kita gak jalan? Teman2 bisa cek di web-nya Dewan Energi Nasional, web ESDM,
Ditjen Migas, SKK Migas, Ditjen Ketenagalistikan, DItjen MInerba atau Ditjen
EBTKE. Atau
nanti, silahkan Kawan2 tanya, mana data yang sebaiknya dimunculkan...
Bagaimana
sebenarnya Kebijakan Umum Energi Nasional Kita? Sudah ada kah?
Secara umum, Indonesia
sudah punya payung hukum terkait kebijakan energi nasional. Mulai
dari UU 30/2007; PP 79/2014 dan yang terbaru Perpres 22/2017 tentang Rencana
Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam dokumen RUEN ini,
sudah sangat jelas apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah mulai dari
Kemnterian sampai Daerah terkait energi
10. Termasuk tiap2 daerah harus menyusun Rencana Umum Energi
Daerah (RUED), dan ini yang belum dilakukan
11. Seharusnya, tiap Kementerian dan Pemda harus mengacu pada
dokumen RUEN dan RUED ini
12. Pada intinya seluruh kebijakan energi nasional ini diharapkan :
§ Perubahan paradigma
pengelolaan energi; sumber daya energi sebagai modal pembangunan
§ Kemandirian
pengelolaan energi;
§ Menjamin ketersediaan
energi;
§ Optimalisasi
pengelolaan sumber daya energi;
§ Peningkatan efisiensi
penggunaan energi disemua sektor
§ Peningkatan akses
masyarakat terhadap energi
§ Peningkatan
kemandirian teknologi dan kapasitas litbang dalam negeri
§ Penciptaan lapangan
kerja, dan
§ Pelestarian
lingkungan
Apa yang Sebaiknya Dilakukan?
§ Tetapkan ideologi
negara:
• Kebijakan yang menempatkan
kepentingan negara diatas segalanya
• Kebijakan yang jelas
--> prioritas mana yang dituju --> bukan membiarkan kanibalisme
• Kebijakan untuk
kepentingan kedaulatan
• Optimalkan alat
negara --> protecting & empowering
§ Perbaiki tata kelola:
• Data dan informasi
terintegrasi --> akuntabilitas & transparansi
• Program pembangungan
yang terintegrasi dengan anggaran
• Izin sebagai fungsi
pengendali/kontrol
• Penguasaan terhadap
aset negara
§ Dorong compliance:
• Pelaku usaha
- pemberi izin - pengawas - dll semua pihak
§ Libatkan masyarakat:
• Lindungi hak2
masyarakat - edukasi & proteksi thdp masyarakat -
transparansi kebijakan - konsultasi dengan CSO/Akademisi
§ Revolusi mental semua
stakelholders
§ Hilangkan praktek2
mafia; rent seekers; sentralisasi penguasaaan pasar; batasi penguasaam asing
& aseng dll
#SESI TANYA JAWAB
·
Seberapa
banyak sih PMDN yang jadi PMA? Setau saya bapak
Jokowi lagi gencar-gencarnya meningkatkan TKDN. Kalau banyak yang jadi PMA
itukan berlawanan sama kebijakan pak Jokowi. TKDN ( Tingkat Kandungan
Dalam Negeri)
Sebenarnya investasi melalui PMA itu bukan sesuatu yang di
"haram" kan, asal dengan argumen yang jelas, misalnya : alih
teknologi, modal besar. Dalam kasus tambang misalnya, Pemerintah "seolah-olah"
tunduk oleh perusahaan asing, bagaimana renegosiasi Freeport yang
berlarut-larut. Ingat Freeport itu hanya 1 dari puluhan PMA asing yang ada
di Indonesia. Terlepas dari BUMN kita yang memang perlu ada perbaikan,
seharusnya BUMN kita dapat "privilage", tetapi ini kan tidak. Problem
di negara kita, antara aturan dan praktek sering bermasalah, termasuk juga
penerapan TKDN yang tidak berjalan. http://ekonomi.kompas.com/ read/2017/01/12/222253726/ kemenaker.temukan.800.tenaga. kerja.asing.ilegal.selama.2016 . Kalo kita googling soal TKDN, banyak yang harus diperbaiki.
·
PMA emang
nggak haram sih, tapi ketentuan yang bikin Indonesia rugi. Contoh kasarnya Freeport. Tapi bagaimana dengan Krakatau
Steel? Fyi krakatau steel kerja sama dengan osaka steel (jepang) menjadi
Krakatau Osaka Steel untuk meningkatkan produksi baja mereka. Saya baca di koran tempo berita tersebut dan untuk apa kerja sama
tersebut? Toh untuk rel kereta pemerintah lebih milih impor (ktn2017).
1.
Nah,
pertanyaannya, pemerintah terbuka tidak, kenapa harus ada PMA untuk sektor
strategis? Ini yang harus dituntut oleh publik. Bagaimana dengan posisi BUMN? Dalam
kasus Freeport misalnya : daripada kita beli saham divestasi 51%, kenapa tidak
minta BUMN kita ambil alih FReeport 2021?
2.
Ada Problem
Ego Sektoral di negara kita, kebijakan Menteri BUMN tidak sinkron dengan
kebijakan Kementerian Teknis.
·
PMA
sektor strategis itu sangat merugikan. Seharusnya di-nasionalisasikan saja,
namun yang dilakukan pemerintah sekarang sudah benar.
1.
Bagi
saya, nasionalisasi harus bersyarat ketat ---> perbaiki tata kelola BUMN
kita, ini mutlak
2.
Yang
dilakukan oleh pemerintah sudah benar, dalam hal apa? harus hati2 juga melihat
kebijakan pemerintah?
Ambil contoh : penerbitan PP 1/2017 yang memaksa PMA (Freeport
dkk) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) --> Seolah Bagus. Tapi,
IUPK versi PP 1/2017 menabrak UU MInerba, dimana seharusnya untuk dapat IUPK
harus melalui lelang, ini ditabrak dengan memberi IUPK ke Freepot tanpa proses
lelang. https://m.detik.com/finance/ energi/3442992/smelter-gresik- beroperasi-lagi-produksi- freeport-pulih-40 . Hilirisasi
--> Pengolahan dan pemurnian. Smelter
untuk mengolah dan memurnikan --> Freeport baru tahap mengolah menjadi
konsentrat, yang diminta pemurnian
·
Seperti
membuat peraturan tentang smelter, dsb. Smelter Freeport. Kabarnya udah jadi. Belum tau sektor tambang lainnya.
Tapi benarkah sudah jadi? Sejak 2014
sampai sekarang tidak ada progress. Bisa cek
berita minggu lalu, Freeport seharusnya sudah
melaporkan progress smelter mereka, sampai sekrang belum
·
Namun
dalam sektor energi, sepertinya pemerintah belum bisa mengubah crude oil menjadi minyak siap konsumsi.
Lagi-lagi terkendala alat, kalau bicara alat kita bicara SDM.
Ini soal pembangunan kilang yang berpuluh-puluh tahun gak
dibangun... Ada "upaya" untuk "sengaja" tidak
dibangun... agar "mafia impor" bisa terus "hidup"
·
Apakah
masih ada yang terlewat untuk bisa menjadikan negeri ini kembali berperan
sebagai primadona dalam bidang energi?
Potensi energi kita melimpah, termasuk energi terbarukan,
seperti angin, air, tenaga surya dll. Sayangnya pemerintah tidak fokus terhadap
potensi tersebut. Dominasi sumber energi kita masih di minyak bumi (impor), gas
(sebentar lagi impor) dan batubara (melimpah, tapi lebih suka diekspor -->
energi kotor pula). Ingat, negara berkembang seperti Indonesia butuh energi sangat
banyak. Ini berpotensi menjadi pasar-nya luar negeri. Makin Indonesia
bergantung energi fosil (migas), makin impor. Ketahanan energi kian terancam
·
Menrt
saya, pemerintah selalu berkesan tidak mengembangkan potensi2 energi, misalkn
pengganti energi fosil, baru2 ini, di Aceh, ditemukan energi pengganti
fosil, menggantikan dgn air, nah, itu bner2 sngt membntu mengurangi
penggunaan energi fosil, namun smpai skrg pemerintah blom mengembangkan hal tsb.
Mengembangkan EBT butuh
perencanaan matang, teknologi dan biaya, termasuk juga nilai bisnisnya.
Pemerintah memang terlihat tidak serius (IMHO) baik dalam memberikan dukungan
dalam bentuk kebijakan maupun anggaran. Klo
energi terbarukan tidak jalan, otomatis energi fosil tetap jalan. Siapa yang
diuntungkan? menjadi pertanyaan menarik
·
Akhir-akhir
ini pemerintah selalu meningkatkan hutang luar negeri dengan alasan pembangunan
infrastuktur. Apa ini dapat mempengaruhi keadaan ketahanan energi
bangsa? bagaimana cara hutang itu berkerja? secara kajian ,
kaum kapitalis lah yang membuat negara semakin buruk, dan terjadi ketidakadilan
ketimpangan ekonomi.
Negara memang tidak punya
uang untuk proyek infrastruktur. Kalau tidak punya uang, jalan
keluarnya --> meningkatkan pajak atau hutang. Pertanyaannya,
utang Indonesia untuk apa? Benarkah untuk infrastruktur atau yang lain? Apakah
mendukung infrastruktur energi? Kalau tidak ya sama saja, tidak akan mendorong
ketahanan energi
Yang perlu diwaspadai
adalah : Hutang yang tidak digunakan untuk sektor produktif -->
googling statement Sri Mulyani, tentang temuan hutang tidak produktif dan Hutang dari sektor swasta
·
Untuk refinery, di Cilacap sudah ada. Namun,
seperti kejadian smelter _Freeport_ kilang gak bisa menerima dan memproses
semua hasil produksi.
1 Kilang tidak cukup untuk kebutuhan konsumsi dalam
negeri.... Coba cek data di ESDM, berapa kebutuhan kilang dan berapa
kilang yang ada
·
Menurut kakak lebih baik kita selesaikan masalah (kasus)
yg mana terlebih dahulu? Karena kasus ini untuk bangsa dan negara yg lebih
baik. Dan sudah pasti kita sadar kasus ini tidak akan dengan cepat diselesaikan,
tapi jika kita bisa bersama menghadapi kasus2 itu secara bertahap maka hasilnya
akan lebih terlihat.
Penyelesaian problem di Indonesia tidak bisa diselesaikan secara
sektoral, harus integral dan paralel. Dalam
konteks energi misalnya... Kita sudah punya UU, PP.. Punya Kebijakan
Energi Nasional, punya RUEN... Seharusnya semua Kementerian terkait energi
mengacu pada dokumen tersebut. Klo dokumen hanya jadi tumpukan kerta dan masing
kementerian jalan sendiri... sama saja ujungnya
– Closing Statement –
Saya yakin, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Karna
memang diskusi soal energi sangat luas... masing-masing sektor perlu
pendalaman.... Soal listrik, migas, EBT, batubara, bauran energi dll....
masing2 bisa ber-banyak SKS.... masing2 udah bisa jadi skripsi.... J Silahkan
kalau ada yang masih perlu diskusi feel free
u/ japri atau email di aryanto@pwyp-indonesia.org . Silahkan juga kunjungi web pwyp-indonesia.org untuk bicara tata
kelola sektor energi khususnya migas dan tambang.
Komentar
Posting Komentar