Pembicara : Andry Satrio Nugroho (Peneliti INDEF)
Tanggal 23 Maret ini akan dibahas juga
di rapat paripurna di DPR (saya tidak tahu akan benar-benar jadi dibahas sesuai
waktu karena ada wabah Covid-19 atau justru akan mundur).
Pemerintah mengatakan bahwa investasi
kita tidak terlalu baik dan banyak hambatan yang mengakibatkan investasi kita
tidak begitu nendang. Pernyataan ini juga didukung oleh para pengusaha. Apakah benar
demikian?
Sebagaimana teman-teman tahu, salah satu
komponen di dalam PDB adalah investasi atau kalau merujuk pada istilah yang
digunakan BPS (sesuai dengan istilah IMF) adalah Penambahan Modal Tetap Bruto
atau Gross Fixed Capital Formation.
Memang jika kita merujuk pada data
terjadi stagnansi pertumbuhan PMTB jika kita bandingkan pada 2014 dan 2019.
Ini pertumbuhan PMTB kita hingga 2019
Lantas, apakah hal ini kita sebut
sebagai masalah? Tentu tidak. Mari kita bandingkan pertumbuhan PMTB kita dengan
negara-negara lainnya. Terlihat bahwa pertumbuhan PMTB kita tidak begitu buruk.
Bahkan sempat berada di atas China.
Ini pertumbuhan PMTB Indonesia
dibandingkan negara lainnya (World Bank, 2020)
Perlu teman-teman lihat adalah share
PMTB (investasi) kita saat ini masih besar, bahkan terbesar kedua setelah
konsumsi rumah tangga sebesar 32% di 2019. Lalu lihat data di bawah ini. Kita
lihat share PMTB terhadap PDB juga kita masih unggul dibandingkan dengan negara
lain. Hanya kalah dengan China jika di Asia. Ini karena China memang ekonominya
mengandalkan investasi daripada konsumsi rumah tangga.
Sampai dengan saat investasi, jika kita
lihat dari PMTB, kinerjanya tidak terlalu buruk. Maka asumsi dan argumen
pemerintah selama ini salah. Nah, kita coba buktikan dengan data lain. Sekarang
kita beralih ke realisasi investasi. Mari kita bandingkan capaian realisasi
investasi asing (FDI) dan domestik (DDI).
Data dari BKPM (2020), lihat kontribusi
FDI dan DDI yang mana DDI semakin tinggi.
Terlihat bahwa kontribusi investasi
asing dan domestik sebetulnya sudah hampir sejajar. Ini yang sering saya
katakan (di media) bahwa sudah ada kedaulatan investasi. Artinya, investor
dalam negeri kini sudah menjadi tuan di rumahnya sendiri. Kepercayaan investor
(khususnya asing), baik investasi sektor riil maupun portofolio juga sudah
tinggi. Data dari The Economist ini menunjukkan bahwa China, India dan
Indonesia menjadi negara yang dipercaya investor untuk tetap berinvestasi
bahkan meningkatkan investasinya.
Kalau di portofolio, bisa dilihat grade
credit risk juga meningkat. Lihat data di bawah dari lembaga kredit
internasional. Grade yang naik, jadi indikator kepercayaan investor portofolio.
Kita bisa ambil kesimpulan sebetulnya
investasi kita tidak begitu bermasalah jika mengacu pada data-data tadi. Nah,
apakah hal ini sepenuhnya tepat? Pemerintah beralasan omnibus law ini dibuat
untuk memangkas regulasi yang berbelit. Apakah hal ini menjadi satu-satunya
faktor penghambat investasi?
Ini adalah data Executive Opinion Survey
2017 by World Economic Forum.
Survey World Economic Forum (2017) mengatakan bahwa problematika dan
kesulitan berbisnis di Indonesia nomor satu disebabkan oleh korupsi lalu yang
kedua birokrasi yang tidak efisien. Selanjutnya akses pembiayaan lalu ke
infrastruktur. Anehnya, kita tahu UU KPK malah dilemahkan. Belum juga beberapa
sanksi dihapus di Omnibus Law ini. Omnibus Law yang diharapkan menyelesaikan
masalah investasi justru menjadi kontradiktif. Bahkan justru malah ada
statement yang aneh seperti ini kalau kita pernah ingat.
Meskipun investasi meningkat, apakah
benar-benar tidak ada masalah? Ada. Tetapi saya rasa bukan Omnibus Law
jawabannya.
Pertama, investasi kita itu didominasi
sektor jasa atau tersier. Ini sebetulnya baik bagi negara maju. Tapi Indonesia
bisa jadi malapetaka. Mengapa? Karena sektor tersier menyerap tenaga kerja
lebih rendah daripada sektor sekunder dan primer. Dan kalau pun menyerap tenaga
kerja, tenaga kerja di sektor jasa lebih pada medium to high skill labor.
Baik FDI dan DDI didominasi oleh sektor
jasa.
Nah apa yang saya jelaskan di atas,
sebetulnya bisa tercermin dari penyerapan tenaga kerja dari investasi yang
terjadi di Indonesia. Lihat data di bawah.
Tren penyerapan tenaga kerja ada
indikasi menurun
Belum lagi kita lihat pengangguran
didominasi tenaga kerja terampil (SMK dan Universitas) dan tenaga kerja justru
didominasi tenaga kerja kurang terampil (tamatan SD sederajat). Masalah
lainnya: ibarat tubuh, investasi maupun industri kita itu kekurangan darah.
Darah ini adalah uang. Akses pembiayaan menjadi masalah juga. Ini bisa dilihat
dari data pertumbuhan kredit yang terus menurun.
Penetrasi kredit terhadap PDB juga masih
rendah, hanya 42%. Bandingkan Malaysia yang bisa 145% dari PDB.
Nah beberapa data di atas sebetulnya
bisa menjawab, apakah Omnibus Law dikeluarkan untuk meningkatkan investasi?
Jawabannya tidak tepat. Bahkan Omnibus Law disalahgunakan untuk kepentingan
oknum pengusaha yang nakal. Mengapa bisa demikian? Pertama, tidak adanya
transparansi penyusunan. Kementerian tidak tahu isinya, Pemda tidak tahu, buruh
pun juga tidak tahu. Tiba-tiba jadi dan dibawa ke DPR. Hanya pengusaha yang
tahu.
Kedua, banyak faktor-faktor penghambat
usaha di daerah akan dibereskan dengan mencabut sejumlah kewenangan daerah.
Nantinya kewenangan akan ditarik ke pusat. Yang cukup rame juga kemarin adalah
masalah perijinan penambangan batu bara. Rancangan omnibus law menggelar karpet
merah bagi taipan tambang batu bara. Tidak akan ada lagi pembatasan luas lahan
konsesi. Bisa dimaklumi, banyak petinggi negeri di pusat pusaran kekuasaan
memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan pengusaha batu bara
berskala besar. Perpanjangan kontrak tak perlu lagi lewat lelang. Pendek kata
omnibus law memberikan kepastian untuk keberlanjutan usaha batu bara.
Bisnis batu bara memang sangat
menggiurkan. Tahun 2018 produksi batu bara mencapai 549 juta ton. Pada tahun
yang sama, nilai ekspor batu bara mencapai US$20,6 miliar. Tak ada komoditas
lain yang bisa menyainginya, mendekati saja tak sanggup.
Omnibus Law ini bisa jadi hanya akan
mendorong masuknya investasi yang tidak berkualitas dan tidak prioritas.
Akibatnya, pertumbuhan industri manufaktur pun enggan meningkat. Tapi
lingkungan, buruh menjadi hal yang terpinggirkan.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4463843/jokowi-minta-pemda-tutup-mata-soal-izin-investasi
Pemerintah seharusnya memetakan mana investasi yang diperlukan dan yang tidak,
bukan menutup mata dan membiarkan semua investasi asing masuk ke Indonesia
melalui instrumen omnibus law ini.
SESI
TANYA JAWAB
1.
Mampukah RUU
Omnibus Law menjadi pemecah kebuntuan ihwal pengangguran di Indonesia? Serta,
sejauh mana Omnibus Law mampu memberikan harapan bahwa investasi kelak akan
berdampak pada masyarakat kecil atau, investasi hanya dapat dinikmati oleh
elite dan segelintir orang saja? Bukankah investasi sejatinya bermuara pada
penciptaan lapangan pekerjaan yang kelak berdampak pada peningkatan
kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat?
---
Saya rasa belum tentu. OL justru menjadi cara agar
pengusaha mendapatkan keuntungan dari buruh murah. Lihat bagian
ketenagakerjaan. Sekarang pengaturan upah minimum dikembalikan ke provinsi atau
menggunakan UMP. Di OL tersebut justru kenaikan UMP tidak menggunakan lagi
inflasi, tetapi justru hanya dikalikan pertumbuhan ekonomi. Padahal dulu sudah
tepat, kenaikan upah ditentukan dari upah hari ini dikalikan inflasi dan
pertumbuhan ekonomi.
---
Cara meningkatkan penyerapan tenaga kerja ya dari
hulu hingga hilir. Hulu yang bermasalah, karena sistem pendidikan kita masih
belum cukup baik sehingga menghasilkan tenaga kerja yang kurang baik (garbage
in, garbage out).
2.
Tanggapan dari pemaparan diskusi
Bisa kita liat dari progres pemerintah saat ini yg
sangat menggembor gembor kan investasi ,disini kita dapat melihat bahwa bisa
jadi Indonesia ingin seperti China yg ekonomi nya mengandalkan investasi .
Bahkan bapak Jokowi akan mengejar dan menghajar bagi yg menghambat investasi
sedangkan dari data yg dipaparkan oleh bapak, Indonesia sudah bisa dibilang
menjadi tuan dirumah nya sendiri lalu maksud dari tujuan omnibuslaw ini apaa?
yg katanya regulasi baru dengan tujuan memajukan Investasii ,mencari investasi
yg berkualitas tetapi sekali lagi bisa dibilang investasi Indonesia tidak amat
buruk . Yang buruk adalah korupsi di Indonesia tetapi bisa kita lihat ada
statement bahwa KPK menghambat korupsi dan benar saja omnibuslaw muncul untuk
mempermudah jalannya investasi. Suatu pertanyaan besar bagi negara atau
pemerintah bahwa jika omnibuslaw sudah diterapkan lalu investasi berjalan apa
yg akan diuntungkan bagi rakyat biasa yg kesejahteraan nya sudah banyak
digoreskan demi kelancaran investasi?? Sebuah regulasi dibuat untuk kesejahteraan
tetapi omnibuslaw muncul memangkas
banyak sekali kebijakan yg nyatanya kebijakan ini jauh dari kata sejahtera.
---
Menurut saya, omnibus law ini tujuannya adalah
sentralisasi kewenangan. Karena Pusat menganggap bahwa kepentingannya sering
dihalang-halangi oleh Daerah. Tidak hanya itu. Bahkan beberapa kewenangan
kementerian juga dihapus.
3.
Omnibus Law
rupanya belum menjadi jawaban bagi Investasi di Indonesia. Menurut kaka, hal
apa yg sekiranya bisa dilakukan pemerintah untuk tetap mendorong investasi. Dan
sebenarnya investasi seperti apa yang bisa mengundang banyak investasi di
Indonesia?
---
Yang pertama bereskan masalah institusi. Ya yang
paling mengakar adalah korupsi. Masih terlihat kan pungli yang hadir, tidak
hanya dilakukan oleh pusat tetapi juga daerah. Kedua, kepastian regulasi.
Jangan sering berubah. Ketiga, masalah ketersediaan
4.
Kak, menurut
hemat kaka, bagaimana cara yang lebih efisien dan efektif untuk meningkatkan
laju investasi dibanding kan pengesahan omnibus law ini yang penuh dengan
intrik politik
---
Balik lagi. Kalau lihat data survey WEF, masalah
utama kita itu di institusi yang korup. Jika permasalahan institusi beres, saya
rasa investasi akan datang dengan sendirinya. Bisa dilihat dimana sih
permasalahan institusi yang korup itu? Kalau data dari Transparancy
International, contoh sederhananya, masih ada pungli. Nah model seperti ini
perlu dihilangkan.
5.
Apakah mungkin
pemerintah menggalakan investasi karena sudah membaca keadaan corona di Wuhan
akhir 2019 lalu? Sehingga pemerintah takut kekurangan investor dari sana.
---
Saya rasa tidak ya. Karena kalau pemerintah sudah
bisa membaca keadaan corona, maka kita bisa lebih antisipatif daripada hari
ini, hahaha.. Lagipula, siapa yang mau berinvestasi kalau semuanya sakit. Pemerintah
tuh panas karena ketika trade war, China melakukan investment diversion tapi ga
ada yang ke Indonesia. Beberapa pabrik direalokasi keluar China. Tujuannya agar
bisa masuk ke pasar utamanya dia, Amerika Serikat. Hampir semua negara ASEAN
kebagian, kecuali Indonesia. Padahal masalah utama kita itu adalah industri di
dalam negeri ini masih belum cukup terkoneksi secara global, biasa kita sebut
global supply chain. Misal mobil. Itu produk dari global supply chain. Busi nya
dibuat dari negara x, kacanya dibuat di negara y, mesinnya dibuat di negara z.
Nah, Indonesia ini terkenal sebagai industri perakitnya saja, bukan produsen
komponen. China kebanyakan produsen komponen, ya dia cari lah negara yang bisa
produksi komponen yang diinginkan oleh China, ketemu lah Malaysia.
6.
Kan tdi ada
statement yg mengatakan bahwa bapak jokowi akan mengejar dan menghajar bagi
mereka yang akan menghambat investasi. Dalam artian jngan ada yang boleh
menghambat investasi termasuk amdal. Dalam artian amdal tidak diperlukan ?
---
Ya salah satunya itu. Amdal dianggap merepotkan
(bahkan seringkali disalahgunakan oleh sebagian oknum pemerintah untuk memeras
industri kimia). Padahal itu cukup baik bagi kesinambungan lingkungan. Ya
lagi-lagi bukan amdalnya yang dihilangkan, tapi mekanismenya yang perlu
dirubah.
7.
Maaf yah kak, Mekanisme
seperti apa? Apakah dri segi amdalnya mau di ubah ataukah dari sistem kebijakan
pemerintah dalam berinvestasi?
---
Kalau sebelumnya amdal itu jadi syarat izin
lingkungan dan izin lingkungan jadi syarat izin usaha. Sekarang, izin
lingkungan jadi bagian dari izin usaha. Lalu Amdal statusnya bukan lagi
prasyarat tetapi faktor yang dipertimbangkan. Nah di OL itu kan diganti bahwa
tidak semuanya membuat Amdal tetapi hanya sebagian sektor saja atau Pemerintah
sebutnya pendekatan berbasis risiko. Ini masalahnya. Siapa yang menilai usaha
tersebut berisiko atau tidak? Dulu ada Komisi Amdal, sekarang di OL tidak ada.
Kalau masyarakat terdampak bisa protes, sekarang tidak ada. Daripada
dihilangkan, saya rasa mekanismenya dirubah. Misal, amdal jika dirasa
memberatkan, bisa mengajukan pada Pemerintah bantuan untuk membiayai amdal
tersebut. Atau bisa saja amdal dan ijin usaha berjalan berdampingan.
8.
Saya ingin
menanggapi pernyataan kak Andry pada point kedua, bahwa ketika trade war, China
melakukan investment diversion tapi
ga ada yang ke Indonesia. Beberapa pabrik direalokasi keluar China. Tujuannya
agar bisa masuk ke pasar utamanya dia, Amerika Serikat. Sementara pertanggal 20
Februari Amerika menetapkan indonesia sebagai negara maju. Apakah hal tersebut
saling berkaitan sehingga Amerika
melakukan politik ekonomi terhadap Indonesia ?
---
Sebetulnya keduanya tidak berkaitan. Amerika Serikat
ini mencari celah agar dia bisa menerapkan kebijakan anti-dumpingnya. Kalau
negaranya masih berkembang, selisih harga ekspor dengan harga normal bisa lebih
rendah 2%. Kalau negara maju, fasilitasi itu dicabut dan jika harga ekspor
barang kita ketahuan lebih rendah bahkan 1%, maka produk kita kena bea masuk ke
Amerika Serikat. Akal-akalan pemerintah US, tapi bagus untuk melindung produk
dalam negeri mereka hehehe
9.
Bila mekanisme
amdalnya yg di ubah apakah hal tersebut mempermudah investasi asing masuk di
negara kita?
---
Belum tentu. Tapi yang pasti investasi yang merusak
lingkungan akan dipermudah. Ya karena itu kontrol masyarakat, akademisi,
terhadap industri yang merusak lingkungan.
10. Kalau begitu kak bila hal tersebut lebih mudah
merusak lingkunagn demi investasi berarti bukan amdalnya yg mau di rubah
melainkan kebijakan pemerintah dalam berinvestasi. Karena amdal di buat untuk
mencegah kerusakan lingkungan dll
---
Ya betul. Pemerintah sih asal investasi masuk,
mereka hepi. Padahal tidak semua investasi itu baik.
CLOSING
STATEMENT
Mahasiswa
seharusnya menjadi corong dalam mengedepankan ketidakadilan yang terjadi pada
Omnibus Law ini. Ada 1028 halaman, beberapa pasal justru dibuat hanya untuk
kepentingan pengusaha saja. Omnibus Law dibuat sangat singkat tanpa keterbukaan
kepada publik, bahkan saking cepatnya tidak sampai 100 hari sudah jadi. Ada
apa? Ayo semuanya bersatu dan mengambil peran masing-masing. Kalau bisa turun
ke jalan. Sayang, wabah Covid-19 ini juga jadi penghambat untuk aksi dan
konsolidasi. Buat diskusi ini sebanyak-banyaknya. Jangan berhenti ngomporin
teman-teman kalian sesama mahasiswa.
Komentar
Posting Komentar